Proteksi dan perlindungan hukum terhadap konsumen properti di Indonesia hingga saat ini dinilai masih lemah. "Industri properti berkontribusi cukup signifikan bagi ekonomi Indonesia, tetapi perlindungan hukumnya masih lemah," kata pakar hukum properti, Erwin Kallo, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (7/9) pagi.
Erwin memberikan contoh, belanja iklan properti menempati urutan kedua terbanyak setelah industri rokok dengan biaya mencapai lima persen dari total proyek.
"Efek dominonya juga luar biasa karena pergerakan industri properti mampu menyerap tenaga kerja yang besar," ungkapnya.
Namun fakta di lapangan memperlihatkan, lemahnya kepedulian pemerintah itu seringkali memicu friksi di antara pemangku kepentingan. Oleh karena itu, Erwin menyayangkan lemahnya perlindungan hukum terkait hak-hak konsumen properti. Padahal, konsumen merupakan urat nadi pertumbuhan industri properti sehingga perlu ditempatkan dalam posisi yang strategis.
"Jika konsumen 'drop' maka industri properti akan macet. Apalagi, sekarang ini properti bukan lagi dipandang sebagai kebutuhan dasar tapi sudah menjadi industri," katanya.
Tidak hanya itu, tegasnya, properti sudah menjadi obyek investasi dan spekulasi. Akibatnya hal itu menimbulkan persaingan tidak sehat ketika menghadapi pengembang nakal.
Belum Efektif
Dalam diskusi Perlindungan Hak Konsumen Atas Hunian, Antara Teori dan Realita sebelumnya, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI), Teguh Satria mengakui, sertifikasi standar legalitas layak jual (SSLLJ) belum efektif.
"SSLLJ diterbitkan Badan Sertifikasi DPP REI dan memang belum efektif dalam menyelesaikan sengketa antara konsumen versus pengembang," katanya. Hal itu antara lain karena sertifikasi ini masih berkutat pada aspek legalitas dan belum menyentuh kualitas produk. Namun, pihaknya yakin dengan standardisasi legalitas hukum maka 50 persen persoalan di industri properti sudah bisa diatasi.
Sejumlah persoalan itu antara lain tentang pertanahan dan perizinan. Hingga saat ini, baru ada dua proyek properti yang sudah mengantongi SSLLJ dan berlokasi di Kalimantan Selatan dan Sumatra Utara.
Selain itu, DPP REI, kata Teguh, sudah membentuk Advokasi Anggota dan Badan Kehormatan (BK). "BK ini menangani pemberian sanksi terhadap pelanggaran anggota REI," katanya. Sanksinya yakni mulai teguran lisan,tertulis dan dipecat dari keanggotaan. Pemecatan akan diikuti pemberitahuan ke Bank Indonesia dan seluruh perbankan di Indonesia sehingga tidak bisa berusaha lagi di Indonesia.
Pengen punya rumah sendiri? kini bukan hal yang susah. klik DISINI semua jadi mudah !!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar