Kalangan pengusaha dan praktisi di bidang properti menilai, beban pajak yang dibebankan kepada perusahaan pengembang masih tinggi.
Beban pajak yang tergolong tinggi ini membuat biaya pembangunan perumahan menjadi lebih mahal. Bila kondisi ini tidak diperbaiki, maka bisa membuat masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) semakin sulit mengakses rumah. Tak terkecuali rumah yang disubsidi oleh pemerintah, baik secara langsung maupun yang bermitra dengan pengembang.
"Perusahaan pengembang skala kecil dan menengah di daerah masih merasakan beban berat karena banyak komponen pajak yang dikenakan oleh pemerintah daerah setempat.
Berbagai pajak yang dikenakan pengembang perumahan kalau ditotal mencapai 28 persen, di antaranya beban biaya untuk tanah yang dikenakan PP HTP dan BPHTB sebesar 5 persen," kata Direktur Lembaga Pengkajian Perumahan dan Pengembangan Perkotaan (Housing and Urban Development Institute) Zulfi Syarih Koto di Jakarta, Minggu (9/1).
Menurut dia, perusahaan pengembang juga masih dikenakan pajak pada saat proses menjual tanah (rumah) kepada masyarakat dengan total mencapai 18 persen. Pajak penjualan tanah ini terdiri dari pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen, pajak penghasilan (PPh) final 1 persen, biaya wajib potong kontraktor 2 persen, dan BPHTB (biaya perolehan hak atas tanah bangunan) sebesar 5 persen.
Zulfi menjelaskan, dengan berbagai macam pajak yang besarnya mencapai 28 persen ini, maka semakin menyulitkan para pengusaha pengembang perumahan untuk menyediakan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah atau yang berpenghasilan rendah.
Jika skema pajak yang tinggi ini tetap dipaksakan untuk diterapkan kepada pengembang, maka secara otomatis pengembang akan membebankannya kepada konsumen. Atau, kemungkinan pengembang mengurangi biaya untuk bahan bangunan sangat besar, sehingga kualitas rumah menjadi lebih rendah.
Karena itu, pemerintah harus segera menemukan solusi untuk menghilangkan beban pajak yang ditetapkan kepada pengembang. "Barangkali apa yang ditempuh Pemda DKI Jakarta dalam pembangunan rumah sejahtera susun sewa dengan membebaskan 50 persen retribusi IMB perlu diterapkan di berbagai kota lainnya," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Riset Jones Lang LaSalle Anton Sitorus mengatakan, portofolio pengembang properti yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) diperkirakan bakal menjadi incaran investor dalam beberapa tahun mendatang. Ini menyusul rekam jejak yang positif di sektor ini.
Tren ini terindikasi adanya peningkatan minat manajer investasi dan keuangan yang meminta rekomendasi dan data tentang kinerja perusahaan pengembang kepada konsultan properti akhir-akhir ini.
"Kami menilai, ini merupakan indikasi awal sektor properti mulai dipandang menjadi salah satu investasi yang baik di pasar modal. Akhir-akhir ini makin banyak fund manager yang berusaha mendapatkan informasi tentang para pengembang," katanya.
Menurut Anton, kinerja sebagian besar perusahaan pengembang yang tercatat di lantai bursa relatif bagus dan mengalami kenaikan harga saham yang lumayan. Kondisi ini merupakan perkembangan positif di bisnis properti yang memang mengalami pertumbuhan penjualan tertinggi di dunia.
Karena itu, bagi pengembang yang sudah tercatat di BEI, disarankan agar terus menjaga konsistensi pertumbuhan usaha dan kepercayaan dari para pemodal.
Cari Rumah ?? Gak perlu 123, Hanya KITA Ahlinya :-)
Pengen punya rumah sendiri? kini bukan hal yang susah. klik DISINI semua jadi mudah !!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar