Wakil Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Syarifuddin Rosha menilai, proses pembebasan lahan untuk jalan tol mulai dari Tanjung Morawa ke lokasi Bandara Kuala Namu berjalan lamban.
Pembebasan lahan untuk jalan tol Tamora-Kuala Namu berjalan lamban karena pemerintah diperkirakan belum memberi kompensasi secara wajar terhadap ratusan kepala keluarga yang sudah puluhan tahun mendiami lahan itu.
-- Syarifuddin Rosha
"Pembebasan lahan untuk jalan tol Tamora-Kuala Namu berjalan lamban karena pemerintah diperkirakan belum memberi kompensasi secara wajar terhadap ratusan kepala keluarga yang sudah puluhan tahun mendiami lahan tersebut," katanya, di Lubuk Pakam, Selasa.
Dari sisi hukum, dia mengakui, pemerintah memiliki kewenangan membebaskan lahan sepanjang 16 kilometer yang akan dijadikan jalan tol Tanjung Morawa (Tamora) hingga Bandara Kuala Namu.
Disebutkannya, sebagian besar lahan yang akan dibebaskan untuk jalan tol tersebut berstatus hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 2 yang sudah berakhir masa pengelolaannya sejak tahun 2004.
"Pembebasan lahan eks PTPN 2 yang akan dijadikan areal jalan tol Tanjung Morawa-Kuala Namu sebenarnya tidak ada istilah ganti rugi. Hanya, pemerintah perlu memberikan kompensasi yang wajar terhadap ratusan kepala keluarga yang sudah puluhan tahun tinggal di atas lahan tersebut," ujarnya.
Bila pemerintah bersedia memberi dana kompensasi secara wajar, kata Syarifuddin, proses pembebasan lahan yang dimulai sejak tahun 2007 itu akan segera tuntas dan pembangunan proyek fisik untuk ruas tol itu bisa segera direalisasikan.
Kompensasi yang diberikan, lanjut dia, diharapkan membuat para kepala keluarga yang terdiri dari eks buruh kebun PTPN 2 itu bisa hidup mandiri di tempat lain. "Saya yakin semua warga bersedia meninggalkan lahan yang akan dijadikan jalan tol Tamora-Kuala Namu, manakala kompensasi yang mereka peroleh tidak membuat kehidupan mereka semakin terpuruk," katanya.
Karena itu, menurut dia, pemerintah pusat melalui instansi terkait perlu segera merumuskan kebijakan baru mengenai pemberian kompensasi kepada warga masyarakat yang sudah puluhan tahun tinggal di areal tersebut.
Kebijakan pemberian kompensasi dengan nilai yang wajar, kata Syarifuddin, merupakan solusi tepat untuk mempercepat realisasi pembangunan jalan tol Tamora-Kuala Namu.
Khusus untuk proses pembebasan lahan milik warga yang terkena areal jalan tol tersebut, dia mengingatkan tim dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) agar mengganti minimal sesuai dengan nilai jual objek pajak (NJOP).
Dia mengakui, ruas tol Tamora-Kuala Namu mendesak direalisasikan seiring dengan pembangunan bandara baru di Kuala Namu yang diproyeksikan baru bisa dioperasikan awal tahun 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar