JAKARTA: Peraturan Menteri Perumahan Rakyat tentang Hunian Berimbang diharapkan didukung oleh Peraturan Pemerintah turunan UU No.1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).
Ketua Lembaga Pengkajian Pengembangan Perumahan & Perkotaan Indonesia (LPP3I) Zulfi Syarif Koto mengatakan Permenpera tidak masuk urutan tata perundang-perundangan sehingga dengan adanya PP peraturan hunian berimbang akan lebih kuat dan dipatuhi oleh pemerintah daerah.
"Memang dalam UU PKP aturan hunian berimbang diamanahkan diatur dalam Permenpera, peraturan ini agar lebih kuat harus didukung oleh PP agar dipatuhi daerah. Ini belum terlambat dan bisa dimasukkan dalam RPP Pembinaan dan Penyelelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman yang sedang dalam pembahasan di Kementerian Hukum dan HAM," ujarnya dihubungi Bisnis, Minggu (28/10/2012).
Dia menjelaskan Kementerian Perumahan Rakyat juga perlu menggandeng Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Dalam Negeri untuk membantu pengaplikasian di daerah.
"Kemenpera dapat bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah dan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah untuk menginstruksikan dan pendampingan daerah menyusun Peraturan Daerah terkait hunian berimbang. Cara ini akan lebih efektif dan mudah," imbuhnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan aturan hunian berimbang dapat diterapkan pengembang apabila ada kesepakatan pemangku kepentingan bidang perumahan.
Menurutnya, aturan hunian berimbang yang diatur dalam Peraturan Menteri Perumahan Rakyat (Permenpera) No.10/2012 dinilai baik, tetapi karena tidak propasar aturan itu sulit diterapkan di lapangan.
"Ada beberapa pasal yang tidak bisa diterapkan di lapangan, misalnya ada pengembang yang memiliki proyek kawasan perumahan yang masuk dalam 2 kabupaten, ini akan menyulitkan penerapan. Kementerian Perumahan Rakyat harus menerima masukan dari stakeholder di lapangan," kata Ali.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Setyo Maharso mengatakan aturan hunian berimbang 1:2:3 selamanya tidak dapat dilaksanakan oleh pengembang jika pemerintah belum membuat Peraturan Daerah (Perda) terkait aturan itu.
"Selama belum ada Perda, aturan hunian berimbang tidak dapat dilaksakan, mau Kemenpera mensosialisasikan dan bilang akan ada sanksi, tetap tidak bisa diterapkan. Kalau tidak ada Perda siapa yang akan memberikan sanksi?," kata Setyo.
Menurutnya, pemerintah harus menyiapkan pemetaan terkait lokasi pembangunan rumah untuk masyarakat menengah ke bawah. "Misalnya di BSD, nilai jual objek pajak (NJOP)nya sudah mahal. Kalau dibangun rumah sederhana meskipun lokasinya di paling ujung, tetap mereka tidak bisa membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) karena mahal," ungkapnya.
Hazadin Tende Sitepu, Deputi Pengembangan Kawasan Kemenpera, mengatakan pemda diminta mengawasi pengembang di kawasannya untuk menerapkan aturan pola hunian berimbang.
Menurutnya, pengawasan pola hunian berimbang diperlukan untuk memastikan ketersediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pola hunian berimbang 1:2:3 mewajibkan pengembang dalam membangun satu rumah mewah, juga membangun dua rumah menengah dan tiga rumah sederhana.
"Kami menugaskan gubernur, bupati, dan wali kota untuk mengawasi aturan ini dan sudah ada aturan permendagri-nya. Pemda harus mengawasi dan memberikan insentif," tutur Hazadin.
Hazadin menjelaskan Kemenpera juga akan membentuk tiga konsultan regional yang akan membantu pemda untuk melakukan pengawasan aturan hunian berimbang. (bas)
Cari Rumah Dijual ??
Kunjungi juga rumahcom-asli.blogspot.com dan propertykita.com untuk lebih tau informasi rumah dan property
Follow Us : @Propertykitacom
Fan Page : http://www.facebook.com/propertykita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar