Kamis, 12 Mei 2011

Perikatan jual beli konsumen & pengembang timpang

JAKARTA: Tidak adanya pengawasan pemerintah atas transaksi konsumen dan pengembang dalam Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) menyebabkan masalah ketimpangan hak serta kewajiban pembelian unit rumah susun terus terjadi.

Ketua Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (Aperssi) Ibnu Tadji mengatakan kondisi saat ini masyarakat masih memiliki pengetahuan yang awam tentang hukum rumah susun. Oleh karena itu, sambungnya, seringkali konsumen tidak berdaya berhadapan dengan pengembang dalam proses transaksi pembelian rumah susun.

"PPJB sudah menjadi standar dari pengembang, yang seringkali berat sebelah dan tidak berimbang antara hak serta kewajibannya. Inilah adalah fakta ketidakberdayaan konsumen rumah susun," ujar Ibnu dalam sebuah  pelatihan mengenai tanah dan properti di Jakarta, hari ini.

Menurut dia, hal itu juga sebenarnya dimulai saat konsumen memberikan ikatan tanda jadi misalnya sekitar Rp1 juta-Rp2 juta namun uang justru tidak bisa dikembalikan. Hal itu, sambung Ibnu, ditambah dengan PPJB yang justru tak mengatur soal kapan dilakukan Akta Jual Beli (AJB) dilakukan.

Dia memaparkan PPJB yang baik seharusnya memuat hak dan kewajiban yang seimbang antara konsumen serta pengembang sehingga tercapai keadilan. Menurut Ibnu, dokumen itu seharusnya memuat dengan tegas a.l. kapan dilakukan AJB, status tanah dan sertifikat, kapan selesai pembangunan.

"Intinya adalah kepastian hukum. Tetapi pemerintah tidak peduli untuk merespon pengaduan masyarakat mengenai pelanggaran UU Konsumen dan peraturan rumah susun. Tidak ada lembaga yang mengawasi tentang ketidakseimbangan hak dan kewajiban dalam PPJB hingga saat ini," ujar Ibnu.

Dia memaparkan pemerintah saat ini hanya berperan sebagai pembina sehingga tidak bisa melakukan tindakan jika terjadi pelanggaran dalam persoalan rumah susun. Ibnu mencontohkan pihaknya pernah melaporkan soal dugaan pidana yang terjadi dalam rumah susun ke kepolisian, namun tidak bisa diambil alih karena dianggap masalah internal.

Dia mengharapkan dalam RUU Rusun kali ini peranan pemerintah akan semakin diperkuat dan kepentingan konsumen dalam pembelian rumah susun lebih dilindungi. Diketahui, saat ini Panitia Kerja DPR RI masih menggodok RUU Rusun untuk merevisi UU No.16/1985 tentang Rumah Susun.

Praktisi hukum di bidang properti, Sugeng Widodo mengatakan yang harus diperhatikan konsumen dalam pembelian unit rumah susun adalah objek fisik dan objek hukumnya. Dia menuturkan hal tersebut dapat mengantisipasi persoalan ketidakseimbangan hak dan kewajiban konsumen.

"Konsumen harus melihat apakah ada objek fisiknya seperti lokasi tanah tempat pembangunan. Selain itu, dia harus memperhatikan tentang klausul-klausul yang termuat perjanjian. Konsumen juga harus memperhatikan jejak rekam si pengembang," ujar Sugeng dalam pelatihan tersebut.

Dia juga memaparkan tentang pentingnya pengetahuan tentang objek fisik seperti tanah, yakni guna mengetahui apakah tanah tersebut bersertfikat atau tidak. Sedangkan untuk jejak rekam, Sugeng menuturkan, konsumen harus mengetahui apakah dia tergabung dalam organisasi macam Real Estate Indonesia (REI) atau tidak. Hal itu, sambungnya, dikarenakan adanya sanksi atau konsekuensi bagi pengembang yang tak memperhatikan masalah hukum.


Sumber : www.bisnis.com/perikatan-jual-beli-konsumen-a-pengembang-timpang
Cari Rumah ?? Gak perlu 123, Hanya KITA Ahlinya  :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar