
Sejak bulan lalu, kasus furnitur palsu DaVinci merebak di China. DaVinci cabang China ternyata menjual banyak produk mewahnya yang buatan lokal, bukan impor dari Italia. Agar kejadian di China itu tidak terulang di Indonesia, Kementerian Perindustrian bersama Kementerian Perdagangan tengah mencari langkah antisipasi.
Di Asia, DaVinci terkenal sebagai perusahaan furnitur mewah yang menjual produk-produk impor kelas atas. Namun, imej ini nyaris rusak ketika media massa China menemukan kenyataan pahit: sebagian furnitur yang dijual DaVinci di negeri itu ternyata buatan pabrik furnitur di China Selatan. Tak ayal, konsumen DaVinci pun meradang.
"DaVinci memainkan trik mencampur permata dan mata ikan, jadi kami konsumen membayar untuk permata tapi mendapat mata ikan," ujar salah satu konsumen yang mengeluh di media China.
Manajemen DaVinci membantah tuduhan palsu itu. Namun kemudian, petugas dari Badan Administrasi Shanghai untuk Industri dan Perdagangan menginspeksi mendadak kantor pusat dan gudang DaVinci di Shanghai.
Penyidikan awal mereka menemukan bahwa terjadi impor palsu. Media dan otoritas Shanghai menuding, DaVinci Furniture membeli furnitur dari Dongguan, dan mengekspornya lagi ke Italia dari pelabuhan Shenzen. Lantas, mereka pun mengimpor produk itu kembali ke Shanghai dengan label "produk impor".
Tudingan itu diperkuat oleh temuan selanjutnya. Petugas memeriksa catatan bea cukai dan menemukan bahwa 11 dari total 110 konsinyasi furnitur kayu dan produk kayu lain yang seharusnya diimpor DaVinci Furniture di semester I ini berasal dari China.
DaVinci menyatakan, nilai produk itu mencapai US$15 juta. Meski barang tiruan banyak sekali ditemukan di China, warga dan konsumen DaVinci tetap kebakaran jenggot. Mereka merasa tertipu karena membeli produk palsu yang diakui sebagai produk asli dengan harga sangat tinggi.
Kasus furnitur palsu DaVinci tersebut menimbulkan kekhawatiran juga di Indonesia. Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) mengingatkan konsumen agar mewaspadai pemalsuan tersebut. Mereka meminta pemerintah membentuk tim komprehensif guna memeriksa dan meneliti setiap produk impor yang masuk Indonesia.
Selama ini, pemeriksaan berjalan sebatas bea cukai di bandara atau pelabuhan. Kini Asmindo meminta agar pemeriksaan dilakukan hingga asal kedatangan furnitur, pihak pengimpor, lokasi pemberian label, hingga penelusuran sampai ke pusat penjualan produknya.
Selain itu, pemerintah seharusnya mendesak agar para importir melengkapi semua produk impor dengan Surat Keterangan Asal-Usul (SKA) dari Kementerian Perindustrian setempat. Dengan begitu, konsumen mendapat jaminan atas produk yang dibelinya.
Namun, Dirjen Kerja Sama Industri Internasional Kementerian Perindustrian Agus Tjahayana mengutarakan, ketentuan SKA untuk komoditi atau barang-barang yang telah memiliki hak paten diatur dalam Buku Ketentuan Ekspor Impor. Aturan tersebutu berlaku sama bagi seluruh negara anggota World Trade Organization (WTO).
"Itu diadopsi oleh semua negara yang tunduk kepadanya (WTO)," ucapnya.
Namun, lanjut Agus, calon konsumen atau pihak yang berkepentingan dapat menginformasikan pada Kementerian Perdagangan, kantor pabean, atau bank devisa di Indonesia jika menemukan produk palsu.
"Pemerintah bisa ambil tindakan kalau ada aduan dari konsumen atau pemilik merk," tambahnya.
Kementerian Perindustrian Dirjen Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Euis Saedah menambahkan, sebenarnya sistem inspeksi sebelum pengiriman (preshipment inspection/PSI) dapat diterapkan untuk menangkal lolosnya produk furnitur palsu ke pasaran.
"Tapi itu harus ditanyakan ke Kementerian Perdagangan bagaimana kesepakatannya," ucapnya, Senin (8/8/2011).
Apabila masih sulit, dia mengusulkan agar setiap produk tetap menggunakan standar nasional Indonesia (SNI). "Jadi ada petugas pemerika datang ke China mengecek spesifikasi produk dan sebagainya," katanya.Sumber : www.properti.kompas.com/.Please.Kasus.DaVinci.Palsu.China.Jangan.Terulang.
Cari Rumah ?? Gak perlu 123, Hanya KITA Ahlinya :-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar