JAKARTA, DPP Real Estate Indonesia menilai Rancangan Undang-Undang Perumahan dan Permukiman berpotensi kontra produktif terhadap sektor perumahan di Indonesia.
Dalam RUU itu tertuang banyak ancaman baik pidana maupun denda bagi pengembang jika melanggar ketentuan yang berlaku. Mestinya yang diberi sanksi adalah penghambat, bukan semata-mata para pengembang.
-- Teguh Satria
"RUU Perkim ini bisa kontra produktif," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estate Indonesia (REI) Teguh Satria dalam Diskusi Forum Wartawan Perumahan Rakyat "Membedah RUU Perkim Dalam Menjawab Tantangan Pembangunan Perumahan ke Depan" di Jakarta, Selasa.
Dikatakannya, salah satu filosofi RUU Perkim adalah untuk mendorong ketersediaan perumahan yang masih kurang (backlog) di atas delapan hingga saat ini. Namun kenyataannya, dalam RUU tersebut tertuang banyak ancaman baik pidana maupun denda bagi pengembang jika melanggar ketentuan yang berlaku. "Mestinya yang diberi sanksi adalah penghambat, bukan semata-mata para pengembang," katanya.
Pada sisi lain, lanjutnya, meski pemerintah telah memberikan bantuan skema subsidi fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), tetapi tidak dibarengi dengan kebijakan di bidang perizinan dan perpajakan.
"FLPP yang fokus untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ternyata masih terbebani pajak pertambahan nilai," katanya memberikan contoh.
Menurut Teguh, seharusnya MBR dibebaskan dari segala macam pajak agar bisa meringankan pembiayaan rumah. "Kemenpera maupun Dirjen Pajak mempunyai aturan sendiri sehingga menjadi tidak sinkron, pengembang memang diuntungkan tapi tidak bisa dijalankan," katanya.
Dalam RUU Perkim, lanjut Teguh, seharusnya pemerintah membuat ketetapan mengenai tabungan wajib perumahan bagi pekerja produktif. "Saat ini total pekerja di Indonesia 120 juta orang. Andai 50 persen saja yang diwajibkan menabung satu persen dari total penghasilan per bulan, potensinya luar biasa," katanya.
Dana tabungan wajib perumahan, selain bisa digunakan sebagai dana segar untuk subsidi MBR, bisa digunakan untuk pengadaan lahan. "Kami menjamin, suku bunganya bisa sangat rendah," katanya.
Sementara itu anggota DPR RI Komisi V Ali Wongso Sinaga menyatakan RUU Perkim dibuat berdasarkan tiga syarat utama yaitu adil, ada kapasitas hukum dan bermanfaat. "UU itu harus ada keadilan dan wajib berpihak kepada MBR, selain itu juga harus jelas kepastian hukumnya karena konsisten dengan UUD 45," kata Ali. Jika demikian, tidak ada pasal karet dalam UU itu.
Terhadap penilaian DPP REI bahwa RUU Perkim mengancam mereka, Ali menyarankan pengembang untuk membuat usul revisi terhadap RUU itu. "Saya baru tahu ada pasal yang mengancam pengembang, saya setuju yang menghambat pertumbuhan permukiman yang seharusnya diancam hukuman," katanya.
Dia juga sependapat agar rumah untuk MBR bebas pajak sehingga harganya benar-benar murah dan terjangkau. "Kalau perlu Presiden memanggil Menteri Keuangan agar pengadaan rumah MBR bebas pajak atau zero tax," kata Ali.
[Sumber: http://properti.kompas.com/index.php/read/2010/10/19/21211762/REI.RUU.Perumahan.Kontra-Produktif-12]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar