Selasa, 14 Agustus 2012

Tabungan Perumahan Masih di "Awang-awang"



JAKARTA,Upaya membantu pembiayaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui tabungan perumahan nasional masih berliku. Rancangan undang-undang Tabungan Perumahan Nasional yang saat ini masih digodok di DPR RI perlu terus didorong semua pihak.

Demikian hal tersebut mengemuka pada diskusi "Mendorong Realisasi UU Tabungan Perumahan Nasional" yang diselenggarakan Forwapera di Jakarta, Senin (13/8/2012). Ketua Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia (DPP REI) Setyo Maharso mengungkapkan, upaya mendorong realisasi tabungan perumahan sangat penting untuk menekan angka kekurangan rumah (backlog).

"Target tahun ini undang-undangnya selesai dibahas di Komisi II," kata Setyo.

Setyo mengatakan, REI sebelumnya pernah mengajukan skim tabungan perumahan ke Kementerian Perumahan Rakyat. Dalam usulan itu dipaparkan, bahwa setiap tahun kebutuhan rumah di Indonesia masih sangat besar, mencapai 2,6 juta unit.

Kebutuhan rumah di Indonesia per tahun terdiri atas tiga komponen, yakni akibat pertumbuhan penduduk sebesar 729.000 unit, rehabilitasi rumah sekitar 1,47 juta unit, dan kekurangan rumah 400.000 unit.

Setyo menambahkan, tabungan wajib perumahan perlu diberlakukan bagi seluruh warga negara Indonesia yang berpenghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sebesar Rp 1.320.00 per bulan. Besarnya tabungan wajib ini diusulkan sebesar 1 persen dari penghasilan bersih, ditambah dengan iuran wajib perumahan dari pemberi kerja berbanding 1:1.

Namun, Setyo mengungkapkan, upaya secepatnya merealisasikan tabungan perumahan ini juga membutuhkan sinergi kuat, tidak hanya dari pemerintah (Kemenpera) dan perbankan (BTN), melainkan juga dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).

"Karena, soal iuran wajib itu nantinya yang menyediakan adalah pemilik pekerjaan, itu masih harus disepakati dulu," kata Setyo.

Sementara itu, pakar perumahan ITB, Tjuk Kuswartoyo, justeru menyatakan, bahwa persoalan kebutuhan rumah saat ini tidak hanya sebatas kepemilikan rumah layak huni. Hal utama yang lebih penting diperhatikan adalah kemampuan masyarakat menempati rumah yang layak.

Ia mengatakan, mendorong penyediaan rumah melalui tabungan perumahan rakyat bukan pekerjaan singkat dan ringan. Pengerahan dana melalui tabungan ini perlu dilakukan oleh kelompok berpenghasilan kecil atau besar, sementara dana diprioritaskan peruntukkannya bagi perumahan masyarakat lapisan bawah.

"Selama ini kebijakan selalu diarahkan pada kepemilikan rumah, padahal jumlah rumah kontrak dan rumah sewa juga terus membesar. Nah, kenapa yang jumlahnya lebih besar ini tidak difasilitasi pemerintah. Masalahnya, di Indonesia hal ini agak repot karena pekerja kita umumnya bekerja di sektor informal," kata Tjuk.

Berdasarkan jumlah persentase rumah tangga dengan status rumah sewa/kontrak tahun 2010, kecenderungan membesarnya jumlah rumah kontrak atau sewa itu terjadi akibat fenomena "mengota" atau pemusatan perkembangan di daerah perkotaan. Hal tersebut mengakibatkan pemusatan permintaan perumahan sangat besar di kota-kota dan wilayah penyangga.

"Di Indonesia telah terjadi pemusatan permintaan akan kebutuhan perumahan yang besar di kota besar, ini masalahnya. Tapernas (Tabungan perumahan nasional) itu hanya barang kecil, masih ada yang lebih harus dihadapi, yaitu persoalan sulitnya masyarakat menempati rumah yang layak di tengah terbatasnya lahan dan harga rumah yang semakin mahal di perkotaan," ujar Tjuk. 

Tjuk mengatakan, kondisi tersebut membuat kemampuan orang memiliki rumah secara permanen menjadi semakin kecil. Sementara itu, jumlah orang yang menyewa atau mengontrak rumah malah menjadi semakin besar.

"Kebijakan pemerintah selalu mengarah pada pemilikan rumah, padahal di mana-mana ongkos tinggal itu yang dipikirkan," ungkapnya.


Sumber : www.properti.kompas.com/Tabungan.Perumahan.Masih.di.Awang-awang.

Cari RumahDijual Bekasi   ??

Kunjungi juga rumahcom-asli.blogspot.com dan propertykita.com untuk lebih tau informasi rumah dan propert

Tidak ada komentar:

Posting Komentar